About

Sabtu, 29 Oktober 2011

komunikasi lintas budaya


KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang melimpahkan rahmatnya kepada kita serta sholawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kita pada jalan kebenaran yakni agama Islam.
Makalah yang berjudul “Prinsip-prinsip Komunikasi dalam penerapan pada konteks lintas budaya ini merupakan sebuah tugas untuk memenuhi tugas mata kuliah. Yang mana dengan tugas ini beliau dapat mengetahui seberapa besar kemampuan para mahasiswa dalam memahami mata kuliah yang beliau ajarkan.
Agar kami lebih mudah dalam menulis makalah ini, kami berusaha semaksimal mungkin mencari beberapa referensi baik dari buku maupun internet serta mempelajarinya untuk mempermudah dalam penyelesaian makalah ini.
Kami harap makalah ini dapat mengganti semua kekurangan kami saat kuliah dan juga dapat menambah pengetahuan kami walaupun hanya sedikit karena memang itulah batas kemampuan kami. Selain itu kami harap makalah ini juga bermanfaat dan dapat meningkatkan pengetahuan belajar kita tentang Komunikasi Lintas Budaya.
Kritik dan saran sangat diharapkan oleh penulis untuk mengetahui kekurangan dari makalah ini karena penulis masih dalam taraf belajar dan bukanlah manusia yang sempurna.

Surabaya, 10 April 2011



penyusun



civic education


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan oranglain.
Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.

B.     Rumusan Masaah
  1. Pengertian HAM
  2. Hakikat HAM
  3. Perkembangan HAM
  4. HAM dalam Tinjauan Islam
  5. HAM dalam Undang-Undang Nasional
  6. Contoh-Contoh Pelanggaran HAM


BAB II
HAK ASASI MANUSIA (HAM)
A.    Pengertian HAM
a)      HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002).
b)      Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights, United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
c)      John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994).
d)     Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”

B.      Hakikat HAM
Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa ciri pokok hakikat HAM yaitu:
a)      HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
b)      HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa.
c)      HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).

C.    Perkembangan Pemikiran HAM
Perkembangan Pemikiran HAM dibagi dalam 4 Generasi, yaitu :
1.       Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
2.       Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.
3.       Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.
4.       Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominant dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People and Government

D.    HAM Dalam Tinjauan Islam
ôMtã§qsÜsù ¼çms9 ¼çmÝ¡øÿtR Ÿ@÷Fs% ÏmŠÅzr& ¼ã&s#tGs)sù yxt6ô¹r'sù z`ÏB šúïÎŽÅ£»sƒø:$# ÇÌÉÈ  
Artinya:
Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, Maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi.
Kalau kita mengacu pada ayat di atas dapat di jelaskan bahwa dalam agam islam tidak di ajarkan hal-hal yang bersifat munkar atau brutal, islam mengajarkan untuk saling mengharagai, saling meghormati dan saling menyantuni antara sesama mahluk ciptaan tuhan, di situ lah unsur penting yang ada dalam islam dam juga dalam hakikat HAM itu sendiri.
Dan di sebutkan juga bahwah Adanya ajaran tentang HAM dalam Islam menunjukan bahwa Islam sebagai agama telah menempatkan manusia sebagai makhluk terhormat dan mulia. Oleh karena itu, perlindungan dan penghormatan terhadap manusia merupakan tuntutan ajaran itu sendiri yang wajib dilaksanakan oleh umatnya terhadap sesama manusia tanpa terkecuali. Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanent, kekal dan abadi, tidak boleh dirubah atau dimodifikasi (Abu A’la Almaududi, 1998). Dalam Islam terdapat dua konsep tentang hak, yakni hak manusia (hak al insan) dan hak Allah. Setiap hak itu saling melandasi satu sama lain. Hak Allah melandasi manusia dan juga sebaliknya. Dalam aplikasinya, tidak ada satupun hak yang terlepas dari kedua hak tersebut, misalnya sholat.
Sementara dalam hal al insan seperti hak kepemilikan, setiap manusia berhak untuk mengelola harta yang dimilikinya.
Konsep islam mengenai kehidupan manusia didasarkan pada pendekatan teosentris (theocentries) atau yang menempatkan Allah melalui ketentuan syariatnya sebagai tolak ukur tentang baik buruk tatanan kehidupan manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakjat atau warga bangsa. Dengan demikian konsep Islam tentang HAM berpijak pada ajaran tauhid. Konsep tauhid mengandung ide persamaan dan persaudaraan manusia. Konsep tauhid juga mencakup ide persamaan dan persatuan semua makhluk yang oleh Harun Nasution dan Bahtiar Effendi disebut dengan ide perikemakhlukan. Islam datang secara inheren membawa ajaran tentang HAM, ajaran islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadits yang merupakan sumber ajaran normative, juga terdapat praktek kehidupan umat islam.
Dilihat dari tingkatannya, ada 3 bentuk HAM dalam Islam, pertama, Hak Darury (hak dasar). Sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar, bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga eksistensinya bahkan hilang harkat kemanusiaannya. Sebagai misal, bila hak hidup dilanggar maka berarti orang itu mati. Kedua, hak sekunder (hajy) yakni hak-hak yang bila tidak dipenuhi akan berakibat hilangnya hak-hak elementer misalnya, hak seseorang untuk memperoleh sandang pangan yang layak maka akan mengakibatkan hilangnya hak hidup. Ketiga hak tersier (tahsiny) yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan sekunder (Masdar F. Mas’udi, 2002)
Mengenai HAM yang berkaitan dengan hak-hak warga Negara, Al Maududi menjelaskan bahwa dalam Islam hak asasi pertama dan utama warga negara adalah:
1.      Melindungi nyawa, harta dan martabat mereka bersama-sama dengan jaminan bahwa hak ini tidak kami dicampuri, kecuali dengan alasan-alasan yang sah dan ilegal.
2.      Perlindungan atas kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi tidak bisa dilanggar kecuali setelah melalui proses pembuktian yang meyakinkan secara hukum dan memberikan kesempatan kepada tertuduh untuk mengajukan pembelaan
3.      Kemerdekaan mengemukakan pendapat serta menganut keyakinan masing-masing
4.      Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi semua warga negara tanpa membedakan kasta atau keyakinan. Salah satu kewajiban zakat kepada umat Islam, salah satunya untuk memenuhi kebutuhan pokok warga negara.

E.     HAM Dalam Perundang-Undangan Nasional
Dalam perundang-undangan RI paling tidak terdapat bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (UUD Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Kelebihan pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat karena perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang, antara lain melalui amandemen dan referendum, sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara itu bila pengaturan HAM dalam bentuk Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya, pada kemungkinan seringnya mengalami perubahan.
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis dan kelompok agama. Kejahatan genosida dilakukan dengan cara membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, dan memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM).
Sementara itu kejahatan kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut tujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, penghilangan orang secara paksa, dan kejahatan apartheid.
Pelanggaran terhadap HAM dapat dilakukan oleh baik aparatur negara maupun bukan aparatur negara (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM). Karena itu penindakan terhadap pelanggaran HAM tidak boleh hanya ditujukan terhadap aparatur negara, tetapi juga pelanggaran yang dilakukan bukan oleh aparatur negara. Penindakan terhadap pelanggaran HAM mulai dari penyelidikan, penuntutan, dan persidangan terhadap pelanggaran yang terjadi harus bersifat non-diskriminatif dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum..
F.      Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
1.      Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
2.      Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
3.      Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
4.      Para pedagang tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan merupakan pelanggaran HAM ringan terhadap pengguna jalan sehingga para pengguna jalan tidak bisa menikmati arus kendaraan yang tertib dan lancar.
5.      Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah melanggar atau menindas HAM orang lain.
HAM setiap individu dibatasi oleh HAM orang lain. Dalam Islam, Islam sudah lebih dulu memperhatikan HAM. Ajaran Islam tentang Islam dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam itu yaitu Al-Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber ajaran normatif, juga terdapat dalam praktik kehidupan umat Islam.
Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM.
B.     Saran-saran
Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan dinjak-injak oleh orang lain.


DAFTAR PUSATKA

Abdul Rozak, dan A. Ubaedillah, Pendidikan Kewarganegaraan,   Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008..
Soenarjo S.H, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Yayasan penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, 1971.


antropologi


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            sebagai sebuah disiplin ilmu yang mempelajari manusia, antropologi tidak dapat  lepas dari kebudayaan, selain kebudayaan membeikan kerangka pada cara berfikir bersikap dan bertingkah laku manusia, kebudayaan juga merupakan konteks di mana tatanan kehidupan yang lebih luas di bangun, perubahan-parubahan yang tidak dapat di hindari lagi dalam tatanan budaya yang notabenya terus berkembang mengikuti globalisasi zaman dan ada penyempurnaan di dalamnya, dan hal itu kemudian menimbulkan akulturasi dirialam budaya itu sendiri.
                             Proses akulturasi di Indonesia tampaknya beralir secara simpang siur, dipercepat oleh usul-usul radikal, dihambat oleh aliran kolot, tersesat dalam ideologi-ideologi, tetapi pada dasarnya dilihat arah induk yang lurus: ”the things of humanity all humanity enjoys”. Terdapatlah arus pokok yang dengan spontan menerima unsur-unsur kebudayaan internasional yang jelas menguntungkan secara positif.
            Akan tetapi pada refleksi dan dalam usaha merumuskannya kerap kali timbul reaksi, karena kategori berpikir belum mendamaikan diri dengan suasana baru atau penataran asing. Taraf-taraf akulturasi dengan kebudayaan Barat pada permulaan masih dapat diperbedakan, kemudian menjadi overlapping satu kepada yang lain sampai pluralitas, taraf, tingkat dan aliran timbul yang serentak. Kebudayaan Barat mempengaruhi masyarakat Indonesia, lapis demi lapis, makin lama makin luas lagi dalam

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang di maksud akulturasi budaya
2.      Bagaimana proses terjadinya akulturasi budaya
3.      Apa dampak yang di timbulkan dari akulturasi budaya

C.    Tujuan Penulis
1.      Untuk memenuhi tugas antropologi
2.      Menamba wawasan dan pengetahuan penulis dan pembaca
3.      Agar lebih memahami akultursi budaya



BAB II
    PEMBAHASAN

A.    Pengertian dan wujud dari akultursi budaya
Akulturasi adalah fenomena yang timbul sebagai hasil jika kelompok-kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus-menerus; yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari salah satu kelompok atau kedua-duanya. Bisa di katakana juga adalah campuran antara dua budaya atau lebih yang kemudian menimbulkan unsure-unsur baru juga
Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa akulturasi sama dengan kontak budaya yaitu bertemunya dua kebudayaan yang berbeda melebur menjadi satu menghasilkan kebudayaan baru tetapi tidak menghilangkan kepribadian/sifat kebudayaan aslinya.
Seperti telah dijelaskan dalam bebrapa uraian di atas, kita dapat mengetahu dengan adanya kontak dagang antara Indonesia dengan Negara lain maka mengakibatkan adanya kontak budaya atau akulturasi yang menghasilkan bentuk-bentuk kebudayaan baru tetapi tidak melenyapkan kepribadian kebudayaan sendiri. Harus Anda pahami masuknya pengaruh asing dalam hal kebudayaan merupakan satu proses tersendiri  namun tetap didukung oleh proses perdagangan.
Hal ini berarti kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia tidak diterima seperti apa adanya, tetapi diolah, ditelaah dan disesuaikan dengan budaya yang dimiliki penduduk Indonesia, sehingga budaya tersebut berpadu dengan kebudayaan asli Indonesia menjadi bentuk akulturasi kebudayaan Indonesia barat atau asing
Wujud akulturasi tersebut dapat Anda simak pada uraian materi unsur-unsur budaya berikut ini:


1. Bahasa
Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari adanya penggunaan bahasa asing yang dapat Anda temukan sampai sekarang dimana bahasa asing memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia. seperti halnya bahasa inggris dan bahasa arab yang tidak jarang di gunakan dalam bahasa Indonesia sendiri, hal yang seperti ini dapat di sebut sebagai pengadopsian bahasa

2.Religi/ Keagamaan
Sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia sebelum agama islam masuk ke Indonesia adalah kepercayaan yang berdasarkan pada Animisme dan Dinamisme.
ketika masuknya agama Hindu – Budha ke Indonesia, masyarakat Indonesia mulai menganut/mempercayai agama-agama tersebut. Agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia sudah mengalami perpaduan dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, atau dengan kata lain mengalami Sinkritisme[1]. Untuk itu agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia, berbeda dengan agama Hindu – Budha yang dianut oleh masyarakat India dan lainya. Perbedaaan-perbedaan tersebut dapat Anda lihat dalam upacara ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Budha yang ada di Indonesia. Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu Bali, upacara tersebut tidak dilaksanakan oleh umat Hindu di India. Demikianlah penjelasan tentang contoh wujud akulturasi dalam bidang religi/kepercayaan

3. Sosial Kemasyarakatan
Wujud akulturasi dalam bidang organisasi sosial kemasyarakatan dapat Anda lihat dalam organisasi politik seperti ketika sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia setelah masuknya pengaruh India, Dengan adanya pengaruh kebudayaan India tersebut, maka sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia adalah bentuk kerajaan yang diperintah oleh seorang raja secara turun temurun.[2]
Raja di Indonesia ada yang dipuja sebagai dewa atau dianggap keturunan dewa yang keramat, sehingga rakyat sangat memuja Raja tersebut, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya raja-raja yang memerintah di Singosari seperti Kertanegara diwujudkan sebagai Bairawa dan R Wijaya Raja Majapahit diwujudkan sebagai Harhari (dewa Syiwa dan Wisnu jadi satu).
Pemerintahan Raja di Indonesia ada yang bersifat mutlak dan turun-temurun seperti di India dan ada juga yang menerapkan prinsip musyawarah. Prinsip musyawarah diterapkan terutama apabila raja tidak mempunyai putra mahkota yaitu seperti yang terjadi di kerajaan Majapahit, pada waktu pengangkatan Wikramawardana.Wujud akulturasi di samping terlihat dalam sistem pemerintahan juga terlihat dalam sistem kemasyarakatan, yaitu pembagian lapisan masyarakat berdasarkan sistem kasta.
Sistem kasta menurut kepercayaan Hindu terdiri dari kasta Brahmana (golongan Pendeta), kasta Ksatria (golongan Prajurit, Bangsawan), kasta Waisya (golongan pedagang) dan kasta Sudra (golongan rakyat jelata).
Kasta-kasta tersebut juga berlaku atau dipercayai oleh umat Hindu Indonesia tetapi tidak sama persis dengan kasta-kasta yang ada di India karena kasta India benar-benar diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, sedangkan di Indonesia tidak demikian, karena di Indonesia kasta hanya diterapkan untuk upacara keagamaan.
Demikianlah contoh wujud akulturasi dalam bidang organisasi sosial kemasyarakatan untuk selanjutnya kalau Anda sudah memahaminya, Anda dapat melanjutkan pada uraian materi wujud akulturasi berikutnya.

4.      ilmu Pengetahuan
Masyarakat Indonesia dari sebelum masuknya agama Hindu-Budha sebenarnya sudah memiliki budaya system pengetahuan yang cukup tinggi. Dengan masuknya pengaruh budaya Hindu-Budha di Indonesia semakin mempertinggi system pengetahuan yang sudah dimiliki bangsa Indonesia sebelumnya. Pengaruh Hindu-Budha terhadap perkembangan teknologi masyarakat Indonesia terlihat dalam bidang kemaritiman, bangunan dan pertanian.
Perkembangan kemaritiman terlihat dengan semakin banyaknya kota-kota pelabuhan, ekspedisi pelayaran dan perdagangan antar negara. Selain itu, bangsa Indonesia yang awalnya baru dapat membuat sampan sebagai alat transportasi kemudian mulai dapat membuat perahu bercadik.
Perpaduan antara pengetahuan dan teknologi dari India dengan Indonesia terlihat pula pada cara pembuatan dan pendirian bangunan candi baik candi dari agama Hindu maupun Budha.
Bangunan candi merupakan hasil karya ahli-ahli bangunan agama Hindu-Budha yang memiliki nilai budaya yang sangat tinggi. Selain itu terlihat dalam penulisan prasasti-prasastri pada batu-batu besar yang membutuhkan keahlian, pengetahuan, dan teknik penulisan yang tinggi. Pengetahuan dan perkenalan pengetahuan yang beragam dilakukan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
Dalam bidang pertanian, tampak dengan adanya pengelolaan sistem irigasi yang baik mulai diperkenalkan dan berkembang pada zaman masuknya Hindu-Budha di Indonesia. Tampak pada relief candi yang menggambarkan teknologi irigasi pada zaman Majapahit.

5.      Teknologi
Salah satu wujud akulturasi dari peralatan hidup dan teknologi terlihat dalam seni bangunan Candi. Seni bangunan Candi tersebut memang mengandung unsur budaya India tetapi keberadaan candi-candi di Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang ada di India, karena candi di Indonesia hanya mengambil unsur teknologi perbuatannya melalui dasar-dasar teoritis yang tercantum dalam kitab Silpasastra yaitu sebuah kitab pegangan yang memuat berbagai petunjuk untuk melaksanakan pembuatan arca dan bangunan,
Untuk itu dilihat dari bentuk dasar maupun fungsi candi tersebut terdapat perbedaan. Bentuk dasar bangunan candi di Indonesia adalah punden berundak-undak, yang merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Megalithikum yang berfungsi sebagai tempat pemujaan. Sedangkan fungsi bangunan candi itu sendiri di Indonesia sesuai dengan asal kata candi tersebut. Perkataan candi berasal dari kata Candika yang merupakan salah satu nama dewi Durga atau dewi maut, sehingga candi merupakan bangunan untuk memuliakan orang yang telah wafat khususnya raja-raja dan orang-orang terkemuka.
Di samping itu, dalam bahasa kawi candi berasal dari kata Cinandi artinya yang dikuburkan. Untuk itu yang dikuburkan didalam candi bukanlah mayat atau abu jenazah melainkan berbagai macam benda yang menyangkut lambang jasmaniah raja yang disimpan dalam Pripih.
Dengan demikian fungsi candi Hindu di Indonesia adalah untuk pemujaan terhadap roh nenek moyang atau dihubungkan dengan raja yang sudah meninggal. Hal ini terlihat dari adanya lambang jasmaniah raja sedangkan fungsi candi di India adalah untuk tempat pemujaan terhadap dewa, contohnya seperti candi-candi yang terdapat di kota Benares merupakan tempat pemujaan terhadap dewa Syiwa.

B.     Proses Terjadinya Akulturasi Budaya
Menrut G.M. foster yang meringkas pola proses yang biasanya terjadi bila suatu kebudayaan trekena pengaru kebudayaan asing,  dalam bukunya traditional cultures and impact of technological change  ia menyatakan bahwa[3] :
1.      Hampir semua proses akulturasi mulai dalam golongan atasan yang biasanya tinggal di kota, lalu menyebar ke golongan yang lebih rendah di daerah pedesaan. Proses yang seperti itu biasanya di mulai dari sosial ekonomi
2.      Perubahan dalam sector ekonomi hamper selalu menyebabkan perubahan  yang penting dalam asas-asas kehidupan kekerabatan.
3.      Masuknya pedagang asing pada tempo dulu yang juga kemudian membwa unsure-unsur budaya lain seperti  para pedagang berasal dari timur tengah .
4.      Adanya interaksi antar Negara berbeda di seluruh dunia yang kemudian berdampak pada bangsa sifatnya mudah menerima ketentuan Negara.
5.      Ketidak selarasan budaya yang ada dengan masyarakat penggguna, yang kemudian lebih memilih kebudayaan yang di lihatnya lebih unik dan mudah dari daerah asing.

Dari uraian atau data-data di atas siudah dapat di simpulkan bahwa terjadinya akulturasi budaya itu sendiri tidak memakan waktu yang pendek, namun membutuhkan waktu yang lama, bertahun-tahun, berabad-abad dan seterusnya, dapat di temukan juga bahwa hal yang paling berpengaruh dalam proses akulturasi budaya selain factor perekonomian, dan ada juga unsure agama yang berimplementasi pada budaya yang ada, seperti budaya arab yang ketika menyambut kedatangan seseorang yang di segani akan dinyanyikan lagu-lagu senandung yang mereka miliki, kemudian oleh para wali songo di terapkan dalam budaya-budaya di jawa dan mungkin juga suda menasional.

C.    Dampak dari Akulturasi Budaya
Dari sekian banyak wujud akulturasi yang telah di uraikan di atas sudah terlihat bahwa dampak yang dapat di peroleh ketika suatu  budaya telah terjad proses akulturasi di dalamnya, yaitu dampak baik dampak buruk yang mempengaruhi budaya itu sendiri,
Dampak baik yang di timbulkan di antaranya adalah bagi budaya aslinya akan mengalami penyempurnaan agar dapat tetap bisa lestari dan tetap ada, selain itu juga akan lebih beragam dan khususnya dalam hal bahasa, dari situlah budaya yang yang berkembang mudah di terima oleh masyarakat dan khalayak awam  dalah budaya yang bersifat multi dan elastis.
Adapu dampak buruknya adalah budaya yang beracuh pada aturan-aturan motralitas akan mengalami pengikisan dan lambat tahun pun akan hilang, seperti cara berpakaian suatu daerah yang sebelum terjadi akulturatsi masi sempat di pertahan kana tau di lestarikan, dan kemudian ketika termasuki budaya asing akan terkikis dengam sendirinya.
Namun juga masi ada dampak lain yang di sebabkan oleh akulturasi budaya itu sendiri yaitu ketikaa budaya sudah mengalami keragaman, manusia sebagai pelaku akan mengalami kerancuhan dalam memilih budaya mana yang akan di jalankan, karena tidak dari setiap orang bisa menerima perubahan budaya tersebut.
Dari situlah sudah bisa di ambil garis besarnya bahwa dampak yang di timbulkan akulturasi budaya tidak hanya mergikan saja atau menguntungkan saja, karna sebetulnya dari kedua hal tersebut dalah bagaikan satu uang logam yang mempunyai dua mata uang berbeda namun tetap satu, maksudnya adalah hal tersebut dapat di bedakan namun tidak dapat untuk di pisahkan.


BAB III
PENUTUP
A.    kesimpulan
dari sini sudah dapat disimpulkan bahwa Akulturasi adalah fenomena yang timbul sebagai hasil jika kelompok-kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus-menerus; yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari salah satu kelompok atau kedua-duanya. Bisa di katakana juga adalah campuran antara dua budaya atau lebih yang kemudian menimbulkan unsure-unsur baru juga
kemudian akulturasi budaya itu sendiri tidak memakan waktu yang pendek, namun membutuhkan waktu yang lama, bertahun-tahun, berabad-abad dan seterusnya, karna juga di pengaru beberapa factor yang ada.
Sedangkan dampak yang di timbulkan akulturasi budaya tidak hanya mergikan saja atau menguntungkan saja, yang juga meliputi dari sekian banyak hal, karna sebetulnya dari kedua hal tersebut dalah bagaikan satu uang logam yang mempunyai dua mata uang berbeda namun tetap satu, maksudnya adalah hal tersebut dapat di bedakan namun tidak dapat untuk di pisahkan


DAFTAR PUSTAKA

Soekmono, pengantar sejarah kebudayaan 1, Yogyakarta : kasinsus, 1973
Koentjaraningrat, sejarah teori antropologi, Jakarta : salemba 4, , 1990
Abdullah Irwan, budaya barat dalam kacamata timur, Yogyakarta : pustaka pelajar,2006


[1] Sinkritisme adalah bagian dari proses akulturasi, yang berarti perpaduan dua kepercayaan yang berbeda menjadi satu.
[2] Irwan Abdullah, budaya barat dalam kacamata timur,pustaka pelajar, Yogyakarta, 2006, hal 47
[3] Koentjaraningrat, sejarah teori antropologi, salemba 4, Jakarta, 1990, hal 101

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews